Kamis, 09 Juni 2016

CONTOH CERPEN BAHASA INDONESIA

MAUT DI UJUNG PENA

       Ceria sekali mereka beriringan berjalan sambil sesekali terdengar canda dan tawa khas remaja. pakaian putih abu-abu menjadi pakaian seragam mereka. Mereka adalah para muda-mudi dengan mimpi-mimpi masa depan yang menyenangkan. Matahari baru saja melemparkan sinar lembutnya kepada mereka, rombongan anak-anak sekolah yang akan menuju ke sekolah mereka di pusat kota kecamatan.
       Hasni nama salah seorang siswa di sekolah tersebut. Ia pemudi lugu yang berasal dari desa yang terletak di kaki gunung. Ia butuh jalan kaki satu jam setengah dari rumahnya, untuk sampai di sekolahnya. Jalan kaki pulang balik dari rumahnya ke ibukota kecamatan sekitar delapan kilometer setiap hari, Ia harus lakoni. Ia berjuang tanpa kenal lelah. Teman-teman sekolahnya yang berasal dari desa yang sama kebanyakan menaiki sepeda motor menuju ke sekolah. Kalaupun ada dari desanya yang tidak mempunyai kendaraan, mereka lebih memilih menumpang di rumah keluarganya di dekat sekolah. Hasni bukannya tidak punya keluarga di kota kecamatan, bukan juga tidak mau menumpang di rumah orang lain. Hanya saja karena Ia harus  membantu orang tuanya bekerja di kebun dan sawah sepulang sekolah. Hanya dengan syarat itu, Ia mendapat izin dari orang tuanya untuk melanjutkan sekolahnya. Bagaimana tidak mereka adalah keluarga yang sangat sederhana. keluarga itu hanya mengandalkan hasil kebun dan sawah untuk mampu menopang hidup. Hasni mempunyai banyak teman berjalan menuju sekolah ketika sudah mendekati gedung sekolahnya.
    Di sekolah, bukannya Hasni tidak mendapat tantangan dan rintangan. Ia banyak dilecehkan dan dipandang sebelah mata oleh teman-teman kelasnya ketika masih menjadi siswa baru. Apalagi tidak ada prestasi yang menonjol yang Ia ukir. Tindakan kasar, hinaan dan cemooh, bukannya menyurutkan semangat Hasni untuk tetap melanjutkan sekolah. Malah setiap malam Ia selalu merenung mencari jawaban agar tidak lagi diperlakukan semena-mena dari teman-temannya yang kebanyakan dari keluarga berada. Sampai suatu malam, ia merasa menemukan jawabannya.
      " Saya harus melakukan sesuatu untuk membuat teman-teman saya tidak berlaku negatif lagi padaku. Iya, ini harus menjadi pemicu semangat bagi saya untuk berubah. Bukan dengan balik membalas perlakuan mereka, sebab itu sama saja bunuh diri."
Ketika sudah duduk di kelas II, Hasni sudah memperlihatkan perubahanyang sangat cepat. Perlahan Ia mulai menduduki peringkat ke III setelah ujian semester I. Tapi yang membuat semua temannya mulai menghargai dan menyayanginya, ketika diadakan perkemahan.
Saat itu disela-sela latihan kepramukaan, diadakan berbagai lomba seni dan olahraga. Namun pada saat tiba giliran lomba puisi, tidak ada satupun dari sekolahn ya yang berani mendaftarkan diri. Melihat hal itu, Hasni memberanikan diri diri untuk menyampaikan kepada pembinanya kalau Ia bersedia mengikuti lomba tersebut. 
"Okey, kalau kamu bersedia, segera mendaftar saja ke panitia! daripada tidak ada yang bersedia, dan tidak usah mengharapkan mendapat juara. Yang penting dari sekolah kita ada wakilnya!"
Diluar dugaan setelah pengumuman diakhir lomba, Hasni juara I. Padahal sewaktu lomba baca puisi diadakan, tidak ada seorang pun dari pembina dan teman Hasni yang menyaksikannya tampil. Tentu saja karena menganggap Hasni tidak akan tampil bagus, karena selama ini mereka tidak pernah menyaksikan Hasni baca puisi.
     Dengan berbagai pencapaian itu, tidak membuat Hasni lupa daratan, apalagi sampai sombong. Sebaliknya malah membuatnya semakin merasa terpacu untuk meraih berbagai prestasi. "Ternyata satu-satunya cara yang bisa menaklukkan orang-orang disekeliling kita, adalah melakukan sesuatu yang mereka tidak bisa lakukan." bisik Hasni dalam hati.
        Duduk di kelas III, hasni semakin menempatkan dirinya sebagai siswa dengan segudang prestasi. Selain peringkat pertama dalam nilai di rapornya, ia juga mewakili sekolahnya sebagai salah satu seorang anggota paskibra kabupaten pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Ia juga mewakili kabupaten dalam lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Nasional. Walaupun tidak mendapat juara, tetapi mewakili kabupatennnya saja sudah menjadi prestasi tersendiri bagi diri dan sekolahnya.
      Kini tibalah saatnya Ujian Akhir Nasional bagi Hasni. Untuk mempersiapkan ujian itu, Ia meminta izin pada orang tuanya agar selama mengikuti ujian nasional, tidak lagi jalan kaki pulang balik ke rumahnya. Atas izin orang tua, Hasni menumpang disalah satu rumah keluarganya yang terletak tidak jauh dari sekolahnya. Hasni mengikuti semua mata pelajaran yang di ujikan tanpa hambatan yang berarti. Itu karena ia belajar dengan penuh ketekunan. Sehinnga Hasni tidak merasakan beban tidak akan lulus ujian seperti yang dialami oleh teman-temannya. Setelah selesai ujian, Hasni memilih pamit pada keluarga tempat Ia menumpang selama ujian berlangsung. Hasni memilih pulang ke kampungnya untuk membantu orang tuanya yang kebetualan memang sudah memasuki panen kacang tanah.
     Setelah menunggu pengumuman hasil ujian beberapa lama, akhirnya tibalah hari yang ditunggu-tunggu itu bagi seluruh siswa kelas III seluruh indonesia.Termasuk juga Hasni. Pagi itu Hasni pagi-pagi sekali sudah menyusuri jalan menuju ke Ibukota kecamatan dengan jalan kaki. Sesampai di sekolah, mereka menunggu hasil ujian diumumkan pihak sekolah. Untuk mengisi waktu sambil menunggu, Hasni duduk-duduk di pelataran sekolah sambil bercengkrama dengan teman-temannya. Pada pukul 09.00 apa yang mereka tunggu akhirnya ditempel juga di papan pengumuman sekolah. Para siswa berebutan dan berdesak-desakan menuju papan pengumuman sekolah. Hasni masih dengan tenang duduk sendirian di pelataran sekolah. setelah papan pengumuman agak sepi dan melihat berbagai ekspresi teman-temannya, Hasni beranjak juaga menuju papan pengumuman. Namun Ia berubah menjadi tegang setelah beberapa kali Ia mengamati papan pengumuman, tetapi namanya tidak tertera di situ. Ia mulai histeris dan kemudian berlari ke dalam ruangan guru.  Terus memasuki ruangan kepala sekolah, dengan menangis histeris ia menanyakan kepada kepala sekolah kenapa tidak ada namanya di papan pengumuman.
    Karena merasa tidak memiliki jawaban yang memuaskan Hasni berlari keluar ruangan dan terus meninggalkan sekolah. Tidak ada teman atau guru yang sempat menghalanginya. Mereka semua sadar setelah Hasni sudah tidak tampak oleh pandangan.
      Tengah malam, orang disekitar sekolah berhamburan keluar menyaksikan kobaran api yang begitu besar. Gedung SMU tempat Hasni selama ini menimba ilmu habis telalap si jago merah. Belum ada yang tahu pasti penyebab kebakaran. tapi kuat dugaan gedung sekolah tersebut terbakar karena ada unsur kesengajaan termasuk juga dengan polisi yang baru datang setelah kobaran api mulai mengecil. Itu karena gedung sekolah terbakar setelah diumumkannya hasil ujian nasional. Tapi siapa pelakunya, masih menjadi tanda tanya besar.
      Hasni ternyata belum pulang ke rumah sampai besok harinya setelah pengumuman diadakan.Orang tuanya mengira kalau sang anak menginap di ibu kota kecamatan. Malah tidak ada pikiran yang aneh-aneh menghinggapi mereka. Kedua orang tuanya hanya mengira masih ada hal penting yang harus diselesaikan menyangkut urusan sekolah Hasni. Namun alangka kagetnya mereka ketika pagi harinya, tiba-tiba kepala sekolah hasni datang bertamu ke rumahnya. Setelah duduk diruang tamu, dan tanpa basi basi, kepalah sekolah langsung bicara "maaf pak, bu, saya  datang ingin menyampaikan kalau hasil pengumuman kemarin ada kesalahan tekhnis. Pagi ini saya baru disampaikan dari kabupaten kalau Hasni ternyata lulus ujian , malah mendapatkan nilai tertinggi di kecamatan kita."
   Gedung sekolah yang telah terbakar telah dipasangi garis polisi. di dalam garis polisi telah sibuk, beberapa orang polisi yang sedang mengidentifikasi tempat kejadian perkara. kemudian salah salah seorang polisi yang berada di dalam gedung berteriak kepada temannya " di sini saya menemukan mayat yang sudah gosong!" ibu Hasni dengan naluri keibuannya, tiba-tiba menyerobot mendekati polisi yang berteriak tadi. "astaga, anakku! aku kenali cincin dijari tengah pada tangan kanaannya! Ia anakku! Hasni kenapa jadi begini, Nak? kanapa kenapa mesti begini, Nak!"
    Sang ibu pun menangis histeris. Ia tidak bisa terima dengan kenyataan yang terhampar di depannya. Anaknya tewas dengan sangat tragis. Seluruh tubuhnya gosong dan tidak bisa di kenali. Seribu satu pertanyaan yang tak terjawab memenuhi benak orang-orang yang ada di lokasi itu. Bahkan tidak ada yang bisa menjawabnya, sampai mayat Hasni diangkat ke atas ambulans untuk dibawa ke rumah sakit untuk dilakuan outopsi.

sumber: Wakur, Abidin.dkk. 2010. Kumpulan Puisi dan Cerpen. Nala Cipta Litera. Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar