Minggu, 19 Juni 2016

GAYA BAHASA DALAM BAHASA INDONESIA

GAYA BAHASA
Gaya bahasa adalah alat tertentu yang menggunakan bahasa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarang sehingga pembaca atau penikmat dapat tertarik atau terpukau atasnya. Apabila gaya bahasa yang dipakai oleh pengarang telah menhasilkan "daya" tertentu kepada pembacanya, berarti gaya bahasa yang digunakan telah mencapai "plastis bahasa". Karya sastra yang plastis bahasanya tinggi akan disenangi pembaca, sebab gambaran-gambaran atau lukisan-lukisan yang terdapat di dalamnya terasa hidup, segar, dan berjiwa.

Secara garis besar gaya bahasa dapat dibedakan atas empat kelompok, yaitu:
1. Gaya bahasa perbandingan.
2. Gaya bahasa sindiran.
3. Gaya bahasa penegas.
4. Gaya bahasa pertentangan.

1. GAYA BAHASA PERBANDINGAN
a. Gaya Metefora
Gaya metefora adalah perbandingan secara langsung sebuah benda yang satu dengan yang lain karena mempunyai kesamaan sifat, keadaan, atau perbuatan.
contoh :  
Raja siang malu menampakkan sinarnya
Penjarakan saja sampah masyarakat itu!
Lautan manusia telah membanjiri stadion.

b. Gaya Personifikasi
Perbandingan dengan cara menghidupkan atau mengorangkan benda mati sebagai manusia.
Contoh:
Wahai angin, sampaikan salamku kepadanya.
Daun nyiur melambai-lambai ditiup angin.
Matahari rupanya ogah menampakkan sinarnya.

c. Gaya Hiperbola
Pebandingan yang berlebih-lebihan dengan menggunakan kata-kata tang mengandung arti atau rasa lebih hebat dari keadaan yang semestinya.
Contoh:
Akhir-akhir ini harga barang makin melangit
Perang saudara antara Iran dan Irak benar-benar mengakibatkan banjir darah.
Perkataanmu cukup membengkakkan telingaku.

d. Gaya Asosiasi
Perbandingan terhadap sesuatu benda yang sudah disebutkan, sehingga akan dapat menimbulkan asosiasi atau tanggapan dengan benda yang diperbandingkan.
Contoh:
Kemauannya keras bagaikan baja
Kalau diskusi jangan membisu seperti patung
Matanya memerah bagaikan api.

e. Litotes
Penyebutan sesuatu dengan mengurangi kenyataan yang sebenarnya dengan maksud merendahkan diri.
Contoh:
Silakan mampir di gubuk kami. (Padahal rumahnya seperti istana)
Maaf, saya tidak dapat menyediakan apa-apa bagimu. (Padahal yang disediakan sangat banyak)
Saya hanya tahu sedikit-sedikit tentang memasak
(Padahal ia ahli memasak).

f. Gaya Eufemisme
Penghalusan rasa bahasa yang dirasa kasar, tak sopan, dan tak sedap didengar dengan kata-kata yang dianggap sopan, enak didengar, dan tidak menyinggung perasaan.
Contoh:
Pak, bolehkah saya ke belakang? ( ke toilet).
Pada akhir-akhir ini ia telah berubah akal. (gila).
Apakah Bapak telah dipanggil ke meja hijau? (pengadilan)

g. Gaya Alegori
Pemakaian beberapa kiasan secara utuh dan berurutan dalam sebuah lukisan pendek.
Contoh:
Bunga kuncup belum lagi mekar, badai melanda kembang berguguran (penggambaran anak remaja yang selalu ditimpa kemalangan).
Berlayarlah menuju ke pulau yang Anda tuju. 
Waspadalah terhadap ombak besar besar dan batu karang sebab kalau Anda tidak tahan dengan ombak dan tidak waspada terhadap batu karang, pasti tidak akan mencapai pulau. (Nasihat yang dilontarkan kepada kedua mempelai yang akan menjalani hidup barunya).

h. Gaya Metonimia
Penggantian benda yang dimaksud dengan menyebutkan nama atau predikat atau sifat yang biasa terdapat pada benda itu.
Contoh:
Si cebol sudah tiga hari tidak ada di rumah.
Tolong, belikan Gudang Garam, Nak!
Kemarin Yamahanya hilang.

i. Gaya Sinekdose
Gaya bahasa ini dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1) Sinekdose parsprototo, yaitu penyebutan sebagian sedangkan yang dimaksud keseluruhan
Contoh:
Saya sudah lama tidak bertemu hidungnya
Berapa jiwa penghuni rumah ini?
Tiap kepala diwajibkan membayar Rp 1000,-
2) Sinekdose totem proparto, yaitu penyebutan keseluruhan, sedangkan yang dimaksud sebagian.
Contoh:
IKIP Malang telah memenangkan ekspo pembangunan 1982 Kodya Malang.
Surabaya menang 1:0 atas Medan.
Jawa Timur sedang menggalakkan program pemberantasan buta huruf.

j. Gaya Simbolik
Pelukisan sesuatu dengan benda lain sebagai simbol, karena antar-keduanya ada kesamaan sifat, keadaan, dan perbuatan.
Contoh:
Lintah daratlah yang merusak perekonomian desa.
Jangan berdekatan dengan bunglon itu.
Raihlah  bintang di langit.   

2. GAYA BAHASA SINDIRAN
a. Gaya Ironi 
Pembalikan maksud atas sesuatu yang diucapkan dengan maksud menyindir.
Contoh
Sedap sekali masakanmu (padahal sebenarnya masakannya tidak enak)
Perangaimu bagus benar , ya! (padahal yang bersangkutan nakal)
Ah tidak apa-apa, belum malam, kok! (padahal sudah pukul 24.00).

b. Gaya Sinisme 
Sindiran yang lebih kasar daripada ironi dengan melebih-lebihkan perasaan yang ada pada dirinya.
Contoh
Jijik  aku melihat mukamu.
Harum benar badanmu, ya? (padahal sebenarnya baunya tidak enak).

c. Gaya Sarkasme
Sindiran atau ejekan yang  terkasar bila dibandingkan dengan gaya ironi dan sinisme. Kata-kata yang diucapkan terdengar kasar dan tidak sopan. Gaya bahasa ini biasanya diucapkan oleh orang yang sedang marah.
Contoh:
Monyet,  pergilah dari sini sebelum saya bubur badanmu!
Hanya setan yang tidak mau diajak damai.

3. GAYA BAHASA PENEGAS
a. Gaya Pleonasme 
Penggunaan kata yang berlebihan antuk menerangkan atau menjelaskan suatu kata yang sebenarnya sudah cukup jelas.
Contoh:
Mereka mundur ke belakang
Saya melihat dengan mata kepala sendiri
Kalau kamu naik ke atas, saya tidak mau mengajaknmu.

b. Gaya Repetisi
Pengulangan kata yang sudah disebut  dengan kata-kata yang sama maknanya dengan maksud memberikan tekanan atau mengeraskan arti
Contoh:
Bukan Cemburu, bukan iri hati, dan bukan dengki, tetapi aku ingin menasihatimu.
Selama darahku masih mengalir, selama jantungku masih berdenyut, aku tetap membalas.

c. Gaya Paralelisme
Pengulangan kalimat atau kata yang sama dengan maksud memberikan penegasan.
Contoh:
Aku akan memperhatikan permintaan 
Aku akan memperhatihan kehendakmu
Aku akan memperhatikan maksudmu.
Aku bekerja ini karena engkau
Aku berusaha ini karena engkau
aku sampai begini karena engkau

d. Gaya Klimaks
Pengurutan kata yang maksudnya makin meninggi, membesar, atau meluas.
Contoh:
Mereka mengeluh, meratap, meraung, minta belas kasihan.
Bukan hanya satu dua yang menderita akibat ulahmu, tetapi beratus bahkan beribu orang

e. Gaya Antiklimaks
Pengurutan kata yang maksudnya makin menurun, mengecil, atau menyempit.
Contoh:
Jangankan seribu, seratus, bahkan sepeserpun saya tidak punya.
Pada hari kemerdekaan semua gedung, rumah, gubug mengibarkan bendera merah putih.

f. Gaya Asindeton
Penyebutan urutan kata tanpa menggunakan kata sambung atau konjungsi.
Contoh;
Kaya, enak, aman, mudah menjadi cita-cita setiap orang
Garpu, sendok, piring, gelas telah tersedia di dapur.

g. Gaya Polisindeton
Penebutan urutan kata dengan menggunakan kata-kata sambung atau konjungsi.
Contoh:
Kakek dan neneknya, bapak dan ibunya, putra dan putrinya semuanya pergi ke makam moyangnya.

h. Gaya Retoris
Penggunaan kalimat tanya dengan maksud menyatakan kesangsian, keraguan, atau bersifat mengejek.
Contoh:
Inilah yang namanya merdeka?
Apakah kau ingin melarat?
Eh, kamu berani dengan saya, ya?

4. GAYA BAHASA PERTENTANGAN
a. Gaya Paradoks
Penggunaan kata yang berlawanan antara satu dengan yang lain dengan maksud menghaluskan arti
Contoh:
Dia besar, tetapi kecil
(maksudnya, tubuhnya besar, teapi pikirannya seperti anak kecil)
Ia pandai, tetapi bodoh
(maksudnya: Ia pandai dalam bidang profesinya, tetapi bodoh dalam pengalaman) 

b. Gaya Antitesis
Penyusunan  kata yang berlawanan
Contoh:
Suka dukanya, hidup matinya terserah padaku.
Tua muda, besar kecil, pria wanita meratap kesakitan.

c. Gaya Kontadiksio In Terminis
Penyangkalan atau pengecualian atas sesuatu yang telah disebut.
Contoh
Semua siswa di kelas ini pandai, kecuali si Udin.
Kamar terasa hening, hanya terdengar detik jam weker saja.


    
 Sumber: Dola, Abdullah. 2007. Apresiasi Prosa Fiksi dan Drama. Makassar: Badan Penerbit UNM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar